Kamis, 22 Oktober 2009

1.4 Perekonomian Indonesia di masa SBY (2004-sekarang)

Pada awal pemerintahan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat gebrakan dengan mendirikan suatu badan untuk mengurangi tingkat korupsi yang dinamakan KPK (Komite Pemberantasan Korupsi). Pencanangan ini dapat dikatakan kemajuan dalam memperbaiki perekonomian Indonesia sebelumnya yang terjerumus dalam kehidupan ekonomi yang tidak sehat. Banyak pejabat dan aparatur Negara yang tersandung oleh kasus-kasus korupsi, hal ini tidak lepas dari peran serta KPK dalam mendeteksi kebocoran dana.

Namun pada tahun 2008 ini, kebijakan ekonomi yang diambil SBY mulai dipertanyakan karena adanya rencana menaikkan harga BBM. Sebenarnya jika ditilik lebih lanjut, kenaikan BBM ini merupakan imbas dari meroketnya harga minyak dunia yang kini mencapai lebih dari 110 U$ per barel. Hal ini berdampak pada melarnya biaya pengeluaran pemerintah yang disebabkan oleh meningkatnya biaya subsidi BBM. Sehingga berdampak pula pada citra SBY yang mulai meneurun, banyak pengamat yang menilai kinerja ekonomi SBY buruk.

Tim ekonomi kabinet tidak dapat memanfaatkan peluang besar secara optimal berupa dukungan yang tinggi terhadap pemerintah dari dalam dan luar negeri. Sektor ekonomi yang semestinya mendatangkan devisa seperti pertambangan dan migas, pertumbuhannya justru negatif. Begitu pula sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, yaitu pertanian, pertumbuhannya juga sangat rendah dan langkanya program pemerintah yang efektif dalam pembangunan pertanian. Sedangkan investasi yang dibanggakan ternyata tidak mendatangkan aliran modal yang memadai dan sesuai untuk dapat memperkuat nilai rupiah dan juga tidak menciptakan kesempatan kerja secara berarti.
Namun demikian perekonomian Indonesia masih memiliki peluang ke depan. landasan perekonomian Indonesia terbangun lebih kuat, terutama untuk tahun-tahun mendatang. Terlebih hingga kini perkembangan moneter menghasilkan stabilitas perekonomian yang sehat, di mana perbankan tumbuh signifikan dengan dana naik 17,6%, sedangkan kredit meningkat 25,5%. Sementara itu, PDB nominal mencapai Rp 3,96 triliun dengan pertumbuhan ekonomi riil 6,23% dan diperkirakan akan terus meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan memberi sangu berupa tujuh agenda sebagai prioritas utama menghadapi gejolak ekonomi akibat melambungnya harga minyak dunia.

1. konsentrasi, intensitas dan prioritas baik jajaran pusat atau daerah pada 2008 dan 2009.

2. perkembangan lingkungan strategis baik tingkat regional atau nasional agar dengan pemahaman lingkungan ini ada solusi dan tindakan yang nyata.

3. langkah bersama yang berkaitan dengan ketahanan pangan dan stabilitas.

4. ketersedian energi termasuk pembangunan energi listrik yang menjadi permintaan gubernur dan pemahaman dampak dari perkembangan ekonomi dunia terhadap APBN khususnya 2008.

5. pemahaman dampak dari perkembangan ekonomi dunia terhadap APBN khususnya 2008.

6. kepastian langkah bersama menanggulangi kemiskinan agar lebih efektif.

7. bersama-sama mensukseskan Pilkada baik tingkat gubernur, walikota, dan bupati.

1. Jelaskan tentang pelaku-pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia, analisis perannya dalam pembangunan ekonomi?

1.1 Pemerintah

Dalam dunia ekonomi pemerintah memegang peranan penting untuk mengatur, menstabilkan, dan mengembangkan ekonomi masyarakat. Pemerintah harus dapat membantu dunia usaha dan perusahaan untuk dapat bekerja lebih efisien dengan menyediakan prasarana-prasarana produksi. Prasarana produksi contohnya seperti : jaringan jalan raya dan jembatan untuk transportasi, lalu lintas, komunikasi, informasi, dan masih banyak lagi. Pemerintah yang mengatur kehidupan ekonomi nasional seperti pengawasan jumlah uang yang beredar, membuat peraturan dan perundang-undangan. Pemerintah berusaha menjaga kestabilan barang-barang kebutuhan, dan juga mengawasi kegiatan ekspor dan impor. Pemerintah juga membuat kebijakan dalam mengelola dan mengawasi pasar modal.

1.2 Konsumen atau Rumah Tangga

Konsumen atau rumah tangga memiliki peran terhadap pemasukan yang didapat oleh pemerintah berupa pajak. Pajak harus dibayar oleh setiap rumah tangga untuk mengatasi pembiayaan negara. Selain itu konsumen juga berperan dalam interaksinya dengan perusahaan berupa pembelian barang-barang atau jasa produksi dari perusahaan dan juga tenaga mereka dalam bekerja pada perusahaan. Sedangkan dalam pasar mereka lebih berperan dalam pasar modal dengan menggunakan uang mereka untuk saham ataupun berupa tabungan di bank.

1.3 Pasar Modal

Pasar modal banyak berperan sebagai sarana untuk memperlancar peredaran uang. Banyak perusahaan yang dengan mudah mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha mereka dari pasara modal. Pasar modal juga sebagai penyediaan pinjaman bagi negara berupa obligasi. Pasar modal juga mampu memberikan keuntungan bagi konsumen atau rumah tangga yang mereka-mereka itu turut dalam memupuk uang atau modal dalam pasar modal.

1.4 Perusahaan

Dalam perekonomian, perusahaan juga memiliki peran penting. Perusahaan memberikan sumbangsi pada pemerintah berupa pajak dan membuka lapangan pekerjaan. Bagi konsumen, perusahaan memberikan dan menyediakan barang-barang yang dibutuhkan, selain itu perusahaan memberi upah kepada rumah tangga agar mampu menjalankan kehidupannya. Pada pasar modal perusahaan memberi laba bagi pemegang saham.

Perekonomian Indonesia di era reformasi.


1.3 Perekonomian Indonesia di era reformasi.

BADAI krisis yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997 yang lalu merupakan malapetaka nasional yang sangat pelik untuk diatasi. Mulai dari krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sampai kepada implikasinya yang berupa krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan berujungpada krisis politik. Krisis demi krisis tersebut timbul sebagai akibat berantai dari keberhasilan semu peran rejim orde baru dalam mengantarkan Bangsa Indonesia mencapai cita-cita kemerdekaan di berbagai aspek kehidupan. Keberhasilan pembangunan ekonomi dan politik yang dibanggakan selama ini hanyalah merupakan keberhasilan semu yang tidak memiliki fondasi yang kuat untuk keberkelanjutannya. Kebanggaan atas perkembangan ekonomi Indonesia yang selama dekade yang lalu mencapai rata-rata 7% per tahun, ternyata tidak mampu bertahan oleh serangan badai krisis.

Krisis moneter yang terjadi telah menolak hipotesis bahwa sistem meneter Indonesia adalah kuat dan berdiri di atas parameter ekonomi makro yang sehat. Krisis ekonomi telah menolak hipotesis bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat dan memikul beban pertumbuhan yang tinggi disertai dengan pemerataan yang seimbang. Pada kenyataannya, diperkirakan 80% kegiatan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 17-20% penduduk Indonesia, suatu kenyataan yang sangat rawan bagi kestabilan nasional yang telah dibangun oleh rejim orde baru.

Timbulnya krisis kepercayaan terhadap pemerintah, telah menolak hipotesis mengenai legitimasi hati nurani rakyat terhadap rejim orde baru. Rakyat Indonesia, bukan lagi rakyat dengan pikiran mayoritas tahun 60-an, tetapi rakyat dengan pikiran mayoritas abad ke-21, dimana kemerdekaan dari berbagai aspek kehidupan menjadi pegangan dalam berpikir dan bertindak. Begitu juga, timbulnya krisis politik, yang memuncak pada suksesi kepemimpinan nasional, telah menolak hipotesis legalitas proses dan hasil-hasil pesta demokrasi dan sidang umum MPR yang lalu. Penolakan hipotesis-hipotesis tersebut telah mengecewakan berbagai pihak yang selama ini terlanjur yakin bahwa hipotesis-hipotesis tersebut pasti akan diterima. Alasan keyakinan akan diterimanya hipotesis-hipotesis tersebut seolah-olah mempunyai dasar yang kuat, karena data dan informasi yang ada selama ini cukup kuat untuk mendukung keyakinan tersebut. Namun demikian, akar masalahnya bukan pada ketersediaan dan kecukupan data dan informasi, tetapi terletak pada keabsahan data dan informasi tersebut, yang bersumber dari keabsahan, kebenaran, ketepatan proses dan hasilnya, serta kejujuran dalam penyajiannya.

Pembangunan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya.

Perekonomian Indonesia masa orde baru (1966-1998)

1.2 Perekonomian Indonesia masa orde baru (1966-1998)

“Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%,dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar rupiah tidak stabil” (Gilarso, 1986:221) merupakan gambaran singkat betapa hancurnya perekonomian kala itu yang harus dibangun lagi oleh masa orde baru atau juga bisa dikatakan sebagi titik balik.

Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas politik tercapai ayng berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:

a. REPELITA I (1969-1974)

mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

b. REPELITA II (1974-1979)

Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

c. REPELITA III (1979-1984)

Prioritas tetap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

d. REPELITA IV (1984-1989)

Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.

Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.

Kelebihan Orde Baru

· perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000

· sukses transmigrasi

· sukses KB

· sukses memerangi buta huruf

· sukses swasembada pangan

· pengangguran minimum

· sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

· sukses Gerakan Wajib Belajar

· sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

· sukses keamanan dalam negeri

· Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

· sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Orde Baru

· semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

· pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat

· munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

· kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

· bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)

· kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

· kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel

· penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)

· tidak ada rencana suksesi

(www.wikipedia.org)

Perekonomian Indonesia masa orde lama (1945-1966)


1.1 Perekonomian Indonesia masa orde lama (1945-1966)

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar negeri.

Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.

Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.

Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.